BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masa remaja
adalah masa mencari identitas dan penuh goncangan. Identitas ini juga biasa
disebut dengan jati diri. Hal ini tentunya dapat dicapai dengan banyaknya
pengalamanan. Dengan banyaknya pengalaman, mereka akan mulai memahami diri
mereka sendiri dan akhirnya mengetahui apa yang sebenarnya ada dalam diri
mereka, apa yang harus mereka lakukan, dan bagaimana mereka harus menyikapi
berbagai masalah yang ada dalam perjalanan hidup mereka. Bila mereka dapat
melewati masa remaja ini dengan baik, maka masa depan mereka pun akan terjamin.
Namun bila mereka terpaut pada goncangan yang menghadang mereka dan tidak mampu
untuk mengatasinya, maka tak heran bila penyimpangan pun terjadi.
Bentuk
penyimpangan remaja sangatlah banyak. Salah satunya adalah penyalahgunaan
obat-obat terlarang yang biasa dikenal dengan narkoba. Ada berbagai alasan,
mengapa remaja dapat terjerumus dalam penyimpangan ini. Di antaranya adalah
karena faktor ekonomi seperti kasus yang pemakalah singgung dalam makalah ini.
Untuk
mengetahui lebih dalam tentang penyimpangan tersebut, maka dalam makalah ini,
pemakalah terlebih dahulu akan menjelaskan tentang pengertian dan perkembangan remaja
itu sendiri, berbagai penyebab penyimpangan tersebut, kaitannya dalam agama
Islam, serta solusi yang dapat ditawarkan untuk menyelesaikan masalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Siapakah
remaja itu?
2.
Apakah
penyebab penyalahgunaan narkoba pada remaja?
3.
Bagaimanakah
kaitannya agama Islam dengan penyalahgunaan narkoba?
4.
Bagaimanakah
solusi untuk permasalahan terpaut narkoba ini?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Remaja
Remaja bagi
masyarakat Indonesia dibatasi dari usia 11-24 tahun dan belum menikah. Asumsi
ini disebabkan oleh beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1.
Usia
11 tahun adalah masa di mana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai
nampak (kriteria fisik)
2.
Di
banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balik, baik
menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka
sebagai anak-anak (kriteria sosial)
3.
Pada
usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti
tercapainya identitas diri (ego identity, menurut Erik Erikson), tercapainya
fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud) dan tercapainya
puncak perkembangan kognitif (Piaget) maupun moral (Kohlberg) (kriteria
psikologik)
4.
Batasan
usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi mereka
yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua, belum
mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat/tradisi), belum bisa
memberikan pendapat sendiri dan sebagainya. Dengan kata lain, orang-orang yang
sampai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara
sosial maupun psikologik, masih dapat digolongkan remaja. Golongan ini cukup
banyak terdapat di Indonesia, terutama dari kalangan masyarakat kelas menengah
ke atas yang mempersyaratkan berbagai hal (terutama pendidikan
setinggi-tinggiya) untuk mencapai kedewasaan. Tetapi dalam kenyataannya cukup
banyak pula orang yang mencapai kedewasaannya sebelum usia tersebut.
5.
Dalam
definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan, karena arti perkawinan
masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh. Seorang yang sudah menikah,
pada usia berapa pun dianggap da diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik
secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga. Karena itu
definisi remaja di sini dibatasi khusus untuk yang belum menikah.
Dalam batasan di atas, ada 6 penyesuaian diri yang harus dilakukan
remaja yaitu:
1.
Menerima
dan mengintregasikan pertumbuhan badannya dalam kepribadiannya.
2.
Menentukan
peran dan fungsi seksualnya yang adekwat dalam kebudayaan di mana dia berada.
3.
Mencapai
kedewasaan dengan kemandirian, kepercayaan diri dan kemampuan untuk mengahadapi
kehidupan.
4.
Mencapai
posisi yang diterima oleh masyarakat.
5.
Mengembangkan
hati nurani, tanggung jawab, moralitas dan nilai-nilai yang sesuai dengan
lingkungan dan kebudayaan.
6.
Memecahkan
problem-problem nyata dalam pengalaman sendiri dan dalam kaitannya dengan
lingkungan.[1]
Selanjutnya,
terdapat berbagai teori perkembangan tentang remaja dalam psikologi yang telah
disinggung dalam pembahasan di atas, diantaranya adalah:
Teori
Freud
Menurut Freud,
remaja termasuk dalam tahap laten/tersembunyi (latency stage), yaitu suatu
tahap kepribadian yang berlangsung antara kira-kira 6 tahun dan masa pubertas;
anak menekan semua minat terhadap seks dan mengembangkan keterampilan sosial
dan intelektual. Kegiatan ini menyalurkan banyak energi anak ke dalam
bidang-bidang yang aman secara emosional dan menolong anak melupakan konflik
pada tahap phallic yang sangat menekan.[2]
Teori
Erikson
Erikson
mengemukakan bahwa remaja mengalami tahap identitas dan kebingungan identitas
(identity versus identity confusion). Pada tahap ini individu dihadapkan pada
penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan ke mana mereka menuju
dalam kehidupannya. Anak remaja dihadapkan pada banyak peran baru dan status
orang dewasa—pekerjaan dan romantis, misalnya. Orang tua harus mengizinkan anak
remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu peran
khusus. Jika anak remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang
sehat dan tiba pada suatu jalan yang positif untuk diikuti dalam kehidupan,
maka identitas positif akan dicapai. Jika suatu identitas pada anak remaja
ditolak oleh orang tua, jika anak remaja tidak secara memadai menjajaki banyak
peran, dan jika jalan masa depan yang positif tidak dijelaskan, maka
kebingungan identitas merajalela.[3]
Teori
Piaget
Tahap
operasional formal (formal operational stage) merupakan tahap bagi remaja dalam
teori kognitif Piaget. Tahap ini berlaku bagi yang berusia dengan rentang 11
hingga 15 tahun. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata,
pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.
Sebagai bagian dari pemikiran yang lebih abstrak, anak-anak remaja
mengembangkan gambaran keadaan yang ideal. Mereka dapat berpikir tentang
seperti apakah orang tua yang ideal dan membandingkan orang tua mereka dengan
standar ideal ini. Mereka mulai mepersiapkan kemungkinan-kemungkinan bagi masa
depan dan terkagum-kagum terhadap apa yang dapat mereka lakukan. Dalam
memecahkan masalah, pemikir operasional formal ini lebih sistematis,
mengembangkan hipotesis tentang mengapa sesuatu terjadi seperti itu, kemudian
menguji hipotesis ini dengan cara deduktif.[4]
B.
Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja dan Penyebabnya
Uraian tentang
remaja di atas adalah pengertian dan perkembangan remaja senormalnya, dalam
arti, remaja yang mengalami perkembangan secara normal, baik secara fisik,
sosial, maupun psikologik serta mampu mengatasi problematika dalam usianya
tersebut. Adapun bagi remaja yang tidak dapat melewati proses ini dengan baik,
penyimpangan pun mungkin saja akan kerap terjadi dan tak terhindari.
Penyimpangan yang sering terjadi pada remaja adalah penyalahgunaan narkoba.
Seperti
diketahui, narkoba mempunyai dampak terhadap sistem syaraf manusia yang menimbulkan
berbagai perasaan, antara lain adalah meningkatkan gairah, semangat dan
keberanian, mengantuk, tenang dan nikmat, serta masih banyak lagi. Oleh karena
efek-efek itulah beberapa remaja menyalahgunakan narkoba, termasuk memanfaatkannya
sebagai ajang jual beli. Maraknya transaksi narkoba ini juga didukung oleh
sifat narkoba itu sendiri yang dapat menimbulkan ketergantungan (kecanduan)
pada pemakainya. Makin sering ia memakai narkoba, makin besar ketergantungannya
sehingga pada suatu saat tidak bisa melepaskan diri lagi. Padahal narkoba dalam
dosis yang berlebihan bisa membahayakan jiwa orang yang bersangkutan.
Menyadari akan
bahaya penyalahgunaan narkoba ini, pemerintah mempunyai undang-undang anti
narkotika. Berbagai upaya dan tindakan telah dilakukan untuk memberantas
sindikat-sindikat pembuat dan pengedar obat terlarang. Akan tetapi, sampai
sekarang penyalahgunaan zat-zat berbahaya ini tidak pernah dapat diberantas
dengan tuntas.
Menurut seorang
ahli, yang lebih penting untuk dijaga adalah perkembangan remaja itu sendiri
dibandingkan memberantas sindikat-sindaikat tersebut sebab bagaimanapun juga
remaja yang jiwanya stabil dan mantap tidak akan menyalahgunakan narkoba
sekalipun mereka telah pernah merasakannya. Pengedaran narkoba memang telah
meluas dalam masyarakat, tetapi sebagian kecil saja yang benar-benar terlibat
dan mereka inilah yang mengalami kesulitan, masalah atau gangguan kepribadian.
Jadi penyelesaian masalah penyalahgunaan narkoba dalah masalah pemeliharaan
kesehatan mental.
Faktor lain yang
pernah diteliti adalah kepercayaan terhadap agama. Turner & Willis di
beberapa perguruan tinggi di New Jersey, Amerika Serikat, pernah menghubungkan
kebiasaan mahasiswa dalam menyalahgunakan alkohol dan ganja (jarang dan
seringkali) dengan pengakuan mereka sendiri tentang keyakinan beragama mereka
(sangat yakin akan agama, cukup percaya pada agama, sedikit percaya dan tidak
percaya sama sekali pada agama). Teknik menggali pengakuan sendiri tentang
keyakinan beragama ini mungkin bisa dinilai subjektif, tetapi karena sulitnya
mengembangkan alat yang bisa secara objektif mengukur keyakinan beragama (iman)
maka teknik pengakuan sendiri ini dianggap cukup memadai. Dan hasilnya pun
cukup menarik yaitu bahwa walaupun kecil, ada kecenderungan bahwa makin
seseorang itu mengaku yakin kepada agama, makin rendah kecenderungannya
terlibat dalam penyalahgunaan alkohol (r = 0,15; N = 374) atau mariyuana/ganja
(r = 0,28; N = 374).[5]
C.
Perspektif Agama Islam Mengenai Narkoba
Islam memandang manusia sebagai makhluk yang terhormat, layak, dan mampu
mengemban amanah setelah terlebih dahulu melalui seleksi di antara makhluk
Tuhan lainnya, sebagaimana Allah berfirman dalam QS Al Ahzab ayat 72:
إنا عرضنا الأمانة على
السماوات والأرض والجبال فأبين أن يحملنها وأشفقن منها وحملها الإنسان إنه كان
ظلوما جهولا
“Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit dan bumi serta gunung-gunung, maka semuanya
enggan memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dipikullah amanat
itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh.”
Guna menjalankan amanat luhur itulah manusia dibekali dengan kelengkapan
yang kemudian hari akan dimintai pertanggungjawabannya. Manusia dibekali naluri
keagamaan yang tajam, penciptaan yang sangat sempurna, kedudukan yang mulia,
dan diberi kepercayaan penuh untuk mengolah bumi serta isinya. Dengan demikian
manakala Allah swt menjanjikan imbalan terhadap kemampuan manusia
mengoperasikan pemberian Allah tersebut atau juga ancaman atas kelalaiannya,
tentulah yang demikian itu disebut adil bahkan Maha Adil.
Manusia dengan segala kelengkapannya telah dibekali naluri ketuhanan dengan
potensi takwa, sebagaimana firman Allah dalam QS Al A’raf ayat 172 :
وإذ أخذ ربك من بني آدم
من ظهورهم ذريتهم وأشهدهم على أنفسهم ألست بربكم قالوا بلى شهدنا أن تقولوا يوم
القيامة إنا كنا عن هذا غافلين
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian dari jiwa mereka seraya berfirman :
Bukankah Aku ini Tuhanmu ? Mereka menjawab : “Betul Engkau Tuhan kami, kami
menjadi saksi”. Kami lakukan yang demikian agar di hari kiamat, kamu tidak
mengatakan “Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini.”
Penyimpangan yang terjadi dalam sejarah kehidupan manusia ialah akibat dari
ulah manusia itu sendiri yang tidak mengindahkan petunjuk agama sebagai sistem
perawatan atas produk Tuhan yang amat dimuliakan. Memang manusia disamping
dibekali dengan potensi takwa (merawat diri) juga diberi potensi fujur
(petaka/kerusakan) karena manusia dilengkapi dengan nafsu. Firman Allah dalam Q.S.
Yusuf ayat 53:
وما أبرئ نفسي إن النفس
لأمارة بالسوء إلا ما رحم ربي إن ربي غفور رحيم
“Aku tidak dapat melepaskan diri dari nafsu, sesungguhnya kecenderungan
nafsu itu condong untuk berbuat dosa, kecuali mereka yang dirahmati Tuhan.”
Menurut tuntunan agama Islam, manusia adalah makhluk Tuhan yang amat mulia
bahkan lebih mulia daripada malaikat sekalipun, karena itu manusia mendapat
kehormatan menjabat sebagai khalifah atau pengelola bumi dan isinya untuk
tujuan kesejahteraan lahir dan batin. Bimbingan itu diarahkan pada kehidupan
yang harmonis, serasi, selaras, dan seimbang dengan lingkungan Islam tidak
menghendaki agar manusia menjadi iblis dan setan.Tujuan diturunkannya syariat
Islam adalah untuk memanusiakan manusia atau dengan kata lain “program
maintenance “ agar manusia memelihara kodrat kemanusiaannya. Manusia diberi
keleluasaan untuk mencari dan memenuhi kebutuhan hidupnya di muka bumi ini
untuk mencari kebahagiaan, namun jangan sampai melalaikan kepentingan akhirat
yang kekal abadi. Dalam hal ini Allah berfirman dalam QS Al Qashash ayat 77:
وابتغ فيما آتاك الله الدار الآخرة ولا تنس نصيبك من الدنيا وأحسن كما أحسن
الله إليك ولا تبغ الفساد في الأرض إن الله لا يحب المفسدين
“Carilah dari apa yang dianugerahkan Allah kepadamu kehidupan akherat,
namun jangan sekali-kali melalaikan kehidupan di dunia ini. Berbuat ihsan
kepada sesama sebagaimana Allah senantiasa berbuat baik kepadamu. Dan jangan
sekali-kali berbuat kerusakan di muka bumi ini, sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang suka berbuat kerusakan.”
Perintah agar manusia bertakwa (memelihara diri) merupakan wujud
operasionalisasi dari sistem perawatan tersebut.
Al Qur’an secara tegas telah melarang minuman khamr, yaitu minuman yang
memabukkan. Narkotika dan sejenisnya merupakan jenis minuman keras. Termuat
dalam QS Al Maidah ayat 90 :
يا أيها الذين آمنوا
إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman khamr, judi,
berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji,
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.”
Khamr ialah sumber keresahan, permusuhan, dan kebencian yang akan
menghancurkan persatuan dan kesatuan umat dan akan memalingkan manusia dari
bertakwa kepada Allah swt. Diterangkan dalam QS Al Maidah ayat 91 :
إنما يريد الشيطان أن يوقع بينكم العداوة والبغضاء في الخمر والميسر ويصدكم عن
ذكر الله وعن الصلاة فهل أنتم منتهون
“Sesungguhnya setan itu bermaksud
hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran minuman
khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu lantaran minuman khamr dan berjudi
itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sholat, maka berhentilah
kamu dari mengerjakan pekerjaan itu.”
Dalam Islam, narkotika ini sering disebut juga “hasyisyi”. Dalam kitab “Hisyayatul
As Syariah” karangan IbnuTaimiah disebutkan bahwa:
“Hasyisyi itu hukumnya haram dan orang yang meminumnya dikenakan hukuman
sebagaimana orang meminum khamr”.
Ulama Hanafiah berpendapat :
“Barangsiapa yang memakan/meminum hasyisyi hukumnya zindiq (kafir) serta
bid’ah”.
Musyawarah Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) 10 Pebruari 1978 telah
menyampaikan fatwa yang ditandatangani oleh KH Syukri Ghazali (Ketua Komisi
Fatwa MUI) dan H. Amirudin Siregar (Sekretaris Komisi Fatwa MUI), sebagai berikut:
1. Menyatakan haram hukumnya menyalahgunakan narkotika dan semacamnya, yang
menyatakan kemudharatan yang mengakibatkan rusak mental dan fisik seseorang,
serta terancamnya keselamatan masyarakat dan ketahanan nasional.
2. Mendukung sepenuhnya rekomendasi Majelis Ulama DKI Jakarta tentang
pemberantasan narkotika dan kenakalan remaja.
3. Menyambut baik dan menghargai segala usaha pemerintah menanggulangi segala
akibat yang timbul dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan semacamnya.
4. Menganjurkan kepada Presiden RI agar berusaha segera mewujudkan
undang-undang tentang penggunaan dan penyalahgunaan narkotika, termasuk obat
bius semacamnya, serta pemberatan hukuman terhadap pelanggarnya.
5. Menganjurkan kepada Presiden RI agar membuat instruksi yang lebih keras dan
intensif terhadap penanggulangan korban penyalahgunaan narkotika.
6. Menganjurkan kepada alim ulama, guru-guru, mubaligh, dan pendidik untuk
lebih giat memberikan pendidikan/penerangan terhadap masyarakat bahaya
penggunaan narkotika.
7. Menganjurkan kepada organisasi-organisasi keagamaan, organisasi pendidikan
dan sosial serta masyarakat pada umumnya terutama para orang tua untuk
bersama-sama berusaha menyatakan “perang melawan penyalahgunaan narkotika”.
Dalil-dalil yang digunakan sebagai landasan dan dasar fatwa tersebut adalah
ayat-ayat Al Qur’an dan hadis nabi sebagai berikut:
1. Al-qur’an
Ø QS Al Baqoroh ayat 195 :
وأنفقوا في سبيل الله ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة وأحسنوا إن الله يحب
المحسنين
“Janganlah kamu
jerumuskan dirimu kepada kecelakaan/kebinasaan (sebagaimana akibat)
tangan-tanganmu…”
Ø QS An Nisa ayat 29 :
يا أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن
تراض منكم ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما
“Dan janganlah kamu
membunuh dirimu (dengan mencapai sesuatu yang membahayakan). Sesungguhnya Allah
Maha Kasih padamu”.
2. Al-hadith
Ø Hadis Ummu Salamah :
“Rasulullah melarang dari tiap-tiap barang yang
memabukkan dan yang melemahkan badan dan akal”. (Hadis riwayat Ahmad dalam
musnadnya, dan Abu Daud dalam Sunannya dengan sanad yang sholeh).
Ø Hadis Sholeh riwayat Bukhori Muslim :
“Tiap-tiap barang yang memabukkan haram”.
Ø Hadis dari Jabir r.a. bahwa Rasulullah bersabda :
“Setiap benda yang memabukkan banyaknya, maka
sedikitnya juga haram” (Hadis dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi,
An Nasal, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).
Ø An Nasal, Ad daruquthy, Ibnu Hibba :
“Rasulullah melarang dari yang sedikit, yang
banyaknya memabukkan”.
3. Pendapat Ulama Fikh :
“Al Mukhadarat
(macam-macam obat bius) menyalahgunakan pemakaiannya, hukumnya haram”
(Ulama-ulama Islam dalam hal ini sependapat).
Dari uraian-uraian tersebut, jelas bahwa meminum khamr termasuk narkotika
dan sebangsanya, hukumnya haram dan dan dilarang menyalahgunakannya.[6]
D.
Solusi
Ada berbagai faktor
yang dapat menyelesaikan problematika remaja terkait penyalahgunaan narkoba
ini, diantaranya adalah:
1.
Faktor
Internal
Suatu
problematika tidak akan dapat diselesaikan dengan baik jika tidak diikuti
dengan kemurnian dan kesungguhan dari yang bersangkutan untuk berubah menjadi
lebih baik. Sama halnya dengan problematika penyalahgunaan narkoba ini. Sang
remaja, dalam kasus ini, harus memiliki keinginan yang kuat untuk tidak
mengulangi kesalahannya lagi dan juga bersedia menerima bantuan dari orang lain
untuk menyelesaikan masalahnya.
Selain itu,
remaja juga harus lebih terbuka dan jujur dalam mengungkapkan semua beban yang
ada di pundaknya. Dengan kejujurannya inilah seorang yang membantunya akan
lebih memahami perasaan serta sifatnya sehingga berbagai ide sebagai solusi
untuknya pun semakin banyak.
2.
Faktor
Eksternal
Faktor
eksternal ini bisa meliputi, keluarga, teman terdekat, pasangan, atau mungkin
juga orang lain (konselor) yang bersedia membantunya menyelesaikan masalahnya.
Tentunya, tidak
sembarang orang yang bisa dipercaya oleh remaja yang sedang bermasalah untuk
menyelesaikan masalahnya. Oleh karena itu, baik remaja maupun seseorang yang
berusaha membantunya memerlukan suatu ikatan saling mempercayai agar tercapai
tujuan yang diharapkan.
Sama halnya
dengan faktor internal yang telah dipaparkan di atas, sang konselor maupun
pihak lain yang mau membantunya juga harus memiliki kemurnian hati serta
kejujuran untuk bisa dipercaya oleh sang remaja. Tanpa kemurnian hati, sang
remaja akan merasa tidak nyaman karena ia menganggap bahwa sang konselor tidak
berniat membantunya, melainkan hanya mengharapkan imbalan. Akibatnya, masalah
pun tak dapat terselesaikan. Kejujuran pun sangat berperan penting dalam hal
ini. Sang konselor harus bersikap terbuka terhadap semua kemungkinan yang akan
dihadapi remaja. Tidak berarti dengan membohongi remaja guna menolongnya akan
menghasilkan tujuan yang diinginkan. Justru sebaliknya, hal tersebut akan
merusak kepercayaan sang remaja terhadap sang konselor. Lain halnya jika sang
konselor bersikap jujur, remaja justru akan lebih mengerti apa yang harus ia
lakukan ke depannya serta menumbuhkan motivasinya untuk manjadi lebih baik.
BAB III
KESIMPULAN
Masa remaja
merupakan masa pencarian jati diri. Dalam masa ini remaja berkembang pesat baik
dalam segi fisik, psikologis, maupun sosial. Dalam perkembangan tersebut,
remaja memiliki tugasnya masing-masing. Tugas ini bila dijalankan dengan baik
dan berkesinambungan, maka remaja akan melewati masa ini dengan baik pula.
Namun, bila ia tak mampu mengembangkan dirinya serta menjalankan tugasnyadengan
baik, maka penyimpangan-penyimpangan pun akan kerap terjadi.
Salah satu bentuk
penyimpangan tersebut ialah penyalahgunaan narkoba. Banyak remaja yang menggunakan
narkoba untuk dikonsumsi maupun diedarkan. Padahal narkoba itu sendiri memiliki
berbagai dampak negatif disamping salah satu dampak positifnya yang bisa
menenangkan. Dampak negatif dari penggunaan narkoba secara kontinyu ialah
kecanduan yang bisa berujung pada kematian. Berbagai upaya dari pemerintah
telah dilakukan untuk mengatasi masalah ini, namun sampai saat ini, masalah ini
belum juga dapat teratasi. Menurut para ahli, penyebab dari penyalahgunaan
narkoba ini adalah kesehatan mental remaja itu sendiri yang masih kurang serta
kepercayaan agama para remaja yang kurang kuat.
Lebih lanjut,
agama Islam berpandangan bahwa manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk
yang sempurna fisiknya, serta diberikan akal untuk mengemban tugas dari Allah
guna menjadi khalifah di bumi. Dalam perjalanannya, manusia dilengkapi dengan
berbagai fasilitas. Dimana bagi sebagian manusia yang tidak bisa memanfaatkan
fasilitas ini dengan baik, mereka kerap melakukan berbagai penyimpangan di
bumi, termasuk penyalahgunaan narkoba ini yang dikategorikan ke dalam khamr.
Dalam islam, khamr hukumnya haram dikonsumsi serta memberikan berbagai dampak
negatif. Al-quran, Al-hadith, serta para ulama Islam, semua sepakat bahwa khamr
ini haram hukumnya.
Selanjutnya, ada 2
faktor yang bisa dijadikan sebagai solusi dari permasalahan ini. Faktor
tersebut adalah faktor internal, yaitu kesadaran dari pelaku penyimpangan itu
sendiri, dalam hal ini adalah remaja. Serta faktor eksternal yang meliputi
keluarga, teman dekat, pasangan, maupun orang yang tidak ia kenal (konselor).
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, John W. 2002. LIFE-SPAN DEVELOPMENT: PERKEMBANGAN MASA HIDUP. Jakarta: Erlangga
Suryantoro, Darwis. “Pandangan Islam
tentang Penyalahgunaan NAPZA dan Cara Menanggulanginya”. Blogspot
(online), 2007 (http://suryantara.wordpress.com/2007/12/02/pndangan-islam-tentang-penyalahgunaan-napza-dan-cara-menanggulanginya/, diakses 23 Oktober 2011)
Wirawan, Sarlito. 2002. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press
[1] Sarlito
Wirawan, PSIKOLOGI REMAJA (Jakarta:
Rajawali Press, 2002), 14-16.
[2] John W.
Santrock, LIFE-SPAN DEVELOPMENT:
PERKEMBANGAN MASA HIDUP (Jakarta: Erlangga, 2002), 39.
[3] Ibid,
40-41
[4] Ibid,
45.
[5] Sarlito
Wirawan, PSIKOLOGI REMAJA (Jakarta:
Rajawali Press, 2002), 218.
[6] Darwis Suryantoro, “Pandangan Islam tentang
Penyalahgunaan NAPZA dan Cara Menanggulanginya”, Blogspot on line, http://suryantara.wordpress.com/2007/12/02/pndangan-islam-tentang-penyalahgunaan-napza-dan-cara-menanggulanginya/, 02
Desember 2007, diakses tanggal 23 Oktober 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar