BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagaimana yang kita ketahui, Rasulullah SAW menghabiskan sebagian
hidupnya di Mekkah, baik sebelum diutus menjadi Rasul maupun sesudahnya.
Kemudian beliau hijrah ke Madinah, menetap disana sampai wafat.
Oleh sebab itu, ayat-ayat Al-quran tidak hanya turun di Mekkah, melainkan
juga ditempat-tempat dimana nabi singgah. Dalam hal ini, para ulama’ berupaya
mengetahui kapan dan dimana ayat turun, karena pengetahuan tentang hal-hal
tersebut mempunyai banyak manfaat untuk memahami kandungan Al-quran dan
penyempurnaan pengertian-pengertiannya serta ketinggian petunjuknya.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang pengertian dari tempat
turunnya ayat-ayat Al-quran tersebut, yang biasa dikenal dengan istilah
Makkiyah dan Madaniyah, cara membedakannya, klasifikasinya, serta manfaat
mempelajarinya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah Pengertian Makkiyah dan Madaniyyah?
2.
Bagaimanakah Cara-cara mengetahui Makkiyah dan Madaniyyah?
3.
Bagaimanakah Klasifikasi Surat-Surat Makkiyah dan
Madaniyah?
4.
Apakah Manfaat
dari Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Makkiyah dan Madaniyyah
Yang
di maksud dengan ilmu makki dan madaniyah adalah ilmu yang membahas ihwal
bagian al-qur’an yang makki dan bagian yang madani, baik dari segi arti dan
maknanya, cara-cara mengetahuinya, atau tanda masing-masingnya, maupun
macam-macamnya. Sedangkan yang di maksud dengan makki dan madani ialah
bagian-bagian kitab suci al-qur’an, dimana ada sebagiannya termasuk makki dan
ada yang termasuk
madan. Tetapi dalam memberikan kriteria bagian mana yang termasuk makki dan
mana yang termasuk madani itu, atau di dalam mendefinisikan masing-masingnya,
ada beberapa teori yang berbeda-beda, karena perbedaan orientasi yang menjadi
dasar tinjauan masing-masing.[1]
Dari
perspektif masa turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai
berikut :
المكى : ما نزل قبل الهجرة وان كان بغير مكة. والمدنى : ما نزل بعد الهجرة وان كان بغير مدينة.
فما نزل بعد الهجرة ولو بمكة او عرفة مدنى.
Artinya:
Makkiyah ialah
ayat-ayat yang turun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan
turun di Mekkah, sedangkan Madaniyah adalah ayat-ayat yang turun sesudah
Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Madinah. Ayat-ayat yang
turun setelah peristiwa hijrah disebut Madaniyah walaupun turun di Mekkah atau
di Arafah.
Kelebihannnya:
menurut para mufassir teori ini dianggap yang paling benar, sebab rumusannya
mencakup seluruh ayat al-Quran sehingga dapat dijadikan batasan/definisi.
Kelemahannya:
seringkali menyebabkan kejanggalan, sebab ayat yang nyata-nyata turun di Makkah
dianggap Madaniyah hanya karena turunnya sesudah hijrah.
Dari perspektif tempat turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di
atas sebagai berikut:
ما نزل بمكة وما جاورها كمني وعرفة
وحديبية. والمدنى : مانزل بالمدينة وما جاورها كاحد وقباء وسلع
Artinya:
Makkiyah ialah ayat-ayat yang turun di Mekkah dan sekitarnya seperti
Mina, Arafah, dan hudaibiyah, sedangkan Madaniyah ialah ayat-ayat yang turun di
Madinah dan sekitarnya, seperti uhud, quba’, dan sul’a.
Kelebihan
teori ini: hasil rumusan pengertian Makki dan Madani jelas dan tegas.
Kelemahannya: tidak semua ayat turun
di kedua tempat tersebut.
Dari perspetif objek pembicaraan, mereka
mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut:
المكى : ما كان خطابا لاهل مكة.
والمدنى : ما كان خطابا لاهل المدينة.
Artinya:
Makkiyah adalah ayat-ayat yang menjadi kitab bagi orang-orang Mekkah.
Sedangkan Madaniyah adalah ayat-ayat yang menjadi kitab bagi orang-orang
Madaniyah.[2]
Kelebihan
teori ini: rumusannya lebih mudah dimengerti, sebab dengan memakai kriteria khitab
lebih cepat dikenal.
Kelemahannya:
pengertiannya tidak dapat dijadikan batasan/definisi karena tidak bisa mencakup
seluruh ayat al-Quran. Kriterianya juga tidak dapat berlaku secara menyeluruh,
ada ayat yang dimulai yaa ayyuhalladhina aamanu tapi yang dimaksud Makkiyah.
Begitu pula ada ayat yang dimulai dengan yaa ayyuhannaasu, tapi yang
dimaksud Madaniyah.
Sedangkan dari perspektif tema turun, kedua terminologi
di atas dapat didefinisikan
sebagai berikut:
·
Sebagian
besar surat Makiyah bertemakan pengokohan tauhid dan aqidah yang benar,
khususnya berkaitan dengan tauhid uluhiyah dan penetapan iman kepada Hari
Kebangkitan karena kebanyakan yang diajak bicara mengingkari hal itu.
·
Sedangkan
sebagian besar ayat Madaniyah berisi perincian ibadah-ibadah dan mu’amalah
karena keadaan manusia waktu itu jiwanya telah kokoh dengan tauhid dan aqidah
yang benar, sehingga membutuhkan perincian tentang berbagai ibadah dan
mu’amalah.
·
Dalam ayat
Madaniyah banyak disebutkan tentang jihad, hukum-hukumnya dan keadaan
orang-orang munafiq karena keadaan yang menuntut demikian dimana pada masa
tersebut telah disyari’atkan jihad dan mulai bermunculan orang-orang munafiq.
Berbeda dengan isi ayat Makiyah.
Kelebihannya:
kriterianya jelas dan mudah dipahami.
Kelemahannya:
penentuan Makkiyah dan Madaniyah menurut teori ini tidak praktis, sebab harus
mempelajari kandungan ayat kemudian baru bisa mengetahui kriterianya.[3]
B.
Cara-Cara Mengetahui Makkiyah dan Madaniyyah
Dalam menetapkan mana ayat-ayat al-qur’an yang
termasuk kategori makkiyah dan madaniyah, para sarjana muslim berpegang teguh
pada dua perangkat pendekatan:
1. Pendekatan Transmisi (periwayatan)
Dengan perangkat pendekatan transmisi, para sarjana
muslim merujuk kepada riwayat-riwayat valid yang berasal dari para sahabat,
yaitu orang-orang yang besar kemungkinan menyaksikan turunnya wahyu, atau para
generasi tabi’in yang saling berjumpa dan mendengar langsung dari para sahabat
tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan proses kewahyuan al-qur’an, termasuk
di dalamnya adalah informasi kronologis al-qur’an.
Dalam kitab al-intishar, Abu Bakar bin Al-Baqilani
lebih lanjut menjelaskan: “pengetahuan tentang makkiyah dan madaniyyah hanya
bisa di lacak pada otorita sahabat dan tabi’in saja”. Informasi itu tidak ada
yang datang dari Rasulullah karena memang ilmunya tentang itu bukan merupakan
kewajiban umat’.
Dalam riwayat lain di sebut bahwa Ibn Abbas berkata,
ketika di tanya oleh Ubbay bin Ka’ab mengenai ayat yang di turunkan di Madinah,
‘terdapat dua puluh surat
yang di turunkan di Madinah, sedangkan jumlah surat sisanya di makkah”.
2. Pendekatan analogi (Qiyas)
Dari keterangan para sahabat nabi dan
tabi’in, dapatlah di ketahui tanda-tanda dari surat-surat makiyah dan
madaniyyah, diantaranya:
1. Tanda-tanda surah makkiyah:
a. Di mulai dengan nida’(panggilan): “يا ايها الناس“ dan sebangsanya, dan tidak ada ayat yang di mulai dengan “يا
ايها الذين“
, kecuali dalam surat
al-hajja:22
b. Di dalamnya terdapat lafadz “kalla”
c. Di dalamnya terdapat ayat-ayat sajdah
d. Di permulaan terdapat huruf-huruf
tahjji(huruf yang terpotong-potong)
e. Di dalamnya terdapat cerita-cerita para
nabi dan umat-umat terdahulu, selain surat
Al-Baqarah Al-Maidah
f. Di dalamnya berisi cerita-cerita
terhadap kemusyrikan dan penyembahan-penyembahan terhadap selain Allah SWT
g. Di dalamnya berisi keterangan-keterangan
adat kebiasaan orang-orang kafir dan orang musyirik yang suka mencuri,
merampok, membunuh, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan sebagainya
h. Di dalamnya berisi penjelasan dengan
bukti-bukti dan argumentasi dari alam ciptaan Allah SWT yang dapat menyadarkan
orang-orang kafir untuk beriman kepada Allah dan percaya kepada Rasul dan kitab-kitab
suci, hari kiamat, dan sebagainya
i.
Berisi
ajaran prinsip-prinsip akhlak yang mulia dan pranata sosial yang tinggi
j.
Berisi
nasihat-nasihat petunjuk dan ibarat-ibarat dari balik cerita
k. Kebanyakan surat/ayat-ayatnya
pendek-pendek, karena menggunakan iijaaz(singkat-padat).
2. Tanda-tanda surat Madaniyah
a. Mengandung
ketentuan-ketentuan/hukum-hukum faraid(waris-mewaris) dan had
b. Mengandung sindiran-sindiran terhadap
kaum munafik, kecuali surat
Al-Ankabut(29)
c. Mengandung uraian tentang perdebatan
dengan ahli kitabin
d. Berisi hukum-hukum ibadah, seperti;
sholat, zakat, haji, dan sebagainya
e. Berisi hukum-hukum mu’amalah, seperti;
jual-beli, gadai, utang-piutang, dan sebagainya
f. Berisi hukum-hukum munakahat, seperti;
nikah, talak, dan sebagainya
g. Berisi hukum-hukum kemasyarakatan,
kenegaraan, seperti; permusyawaratan, kedisiplinan, pergaulan, pendidikan, dan
sebagainya
h. Kebanyakan surat/ayat-ayatnya
panjang-panjang,sebab di tujukan kepada penduduk Madinah yang orang-orangnya
banyak yang kurang terpelajar, sehingga perlu dengan ungkapan yang luas agar
jelas.[5]
C.
Klasifikasi Surat -Surat Makkiyah dan
Madaniyah
Terdapat berbagai pendapat dari para
ahli dalam menetapkan surat-surat makkiyah maupun surat-surat madaniyah.
Perselisihan pendapat ini pada dasarnya disebabkan oleh berbagai asumsi dari
para ulama’ itu sendiri. Sebagian ulama berpendapat bahwa jumlah surat Makkiyah ada 85 surat , sedangkan yang
madaniyah ada 28 (Muhammad ibn Nu’man ibn Basyir dalam Fihrist). [6] Ada pula yang berpendapat
bahwa jumlah surat
Makkiyah ada 86 surat ,
sedangkan surat
Madaniyah ada 28 surat
(Al-Quran edisi standar Mesir/ Kronologi Mesir).[7]
Sedangkan Ibnu al-Hashshar berpendapat
bahwa surat
Makkiyah ada 82 surat ,
surat Madaniyah
ada 20 Surat ,
sedangkan 12 surat
lainnya diperselisihkan. Berikut akan kami paparkan sebagian perinciannya:
1.
Al-Baqarah 11.
Al-Hujurat
2.
Ali Imran 12.
Al-Hadid
3.
An-Nisa’ 13.
Al-Mujadalah
4.
Al-Ma’idah 14.
Al-Hasyar
5.
Al-Anfal 15.
Al-Mumtahanah
6.
At-Taubat 16.
Al-Jum’ah
7.
An-Nur 17.
Al-Munafiqin
8.
Al-Ahzab 18.
At-Thalaq
9.
Muhammad 19.
At-Tahrim
10. Al-Fath 20.
An-Nashr
1.
Al-Fatihah 7.
Al-Qadar
2.
Ar-Rad 8.
Al-Bayyinah
3.
Ar-Rahman 9.
Az-Zilzalah
4.
Ash-Shaf 10.Al-Ikhlash
5.
At-Taghabun 11.Al-Falaq
Perbedaan pendapat para ulama’ tersebut
dikarenakan macam-macam status surat
Makkiyah dan Madaniyah itu sendiri. Maka, surat
Alquran itu terbagi menjadi empat macam, antara lain:
1. Surat-Surat Makkiyah Murni
Ialah Surat-Surat Makkiyah yang seluruh
ayatnya juga berstatus Makkiyah. Jumlah surat-surat ini adalah 58 surat , yang berisi 2.074 ayat.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah surat Al-Fatihah, Yunus,
Ar-Ra’du, Al-Anbiya, Al-Mu’minun, An-Naml, Shaad, Fathir, dan surat-surat
pendek pada juz 30 (kecuali surat
An-Nashr).
2. Surat-Surat Madaniyah Murni
Ialah Surat-Surat Madaniyah yang seluruh
ayatnya juga berstatus Madaniyah. Jumlah surat-surat ini adalah 18 surat , yang berisi 737 ayat.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah surat Ali Imran, An-Nisa,
An-Nur, Al-Ahzab, Al-Hujurat, Al-Mumtahanah ,
Az -Zalzalah, dan sebagainya.
3. Surat-Surat Makkiyah yang Berisi Ayat
Madaniyah
Ialah Surat-Surat Madaniyah yang
sebetulnya kebanyakan ayatnya adalah Makkiyah, sehingga berstatus Makkiyah,
tetapi didalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Madaniyah. Jumlah
surat-surat ini adalah 32 surat , yang berisi 2699 ayat.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah
surat Al-An’am, Al-A’raf, Hud, Yusuf, Ibrahim, Al-Furqan, Az-Zumar, Asy-Syura,
Al-Waqi’ah, dan sebagainya.
4. Surat-Surat Madaniyah yang Berisi Ayat
Makkiyah
Ialah Surat-Surat yang kebanyakan ayatnya
berstatus Madaniyah. Jumlah surat-surat ini adalah 6 surat ,
yang berisi 726 ayat.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah surat Al-Baqarah,
Al-MAidah, Al-Anfal, At-Taubah, Al-Hajju, dan surat Muhammad atau surat Al-Qital.[9]
D.
Manfaat Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
1. Mengetahui ayat-ayat yang dinasikh
(dihapus atau diganti) maupun yang menasakhkannya.
Dengan mengetahui ayat nasikh mansukh, kita dapat
memastikan kejelasan dari suatu hukum yang diterangkan oleh 2 ayat yang saling
bertentangan. Oleh sebab itu, haruslah diperjelas mana ayat yang turun terlebih
dahulu (Makkiyah), sehingga mungkin ayat itulah yang dihapus atau diganti
hukumnya dengan ayat yang turun kemudian (Madaniyah).
2. Membantu dalam menafsirkan al-Quran.
Dengan mengetahui tempat turunnya suatu ayat, kita dapat
memahami ayat tersebut sesuai dengan konteks dan arti yang ada, serta
isyarat-isyarat yang dikemukakan.
3. Mengetahui sejarah pembentukan hukum/ sejarah pensyariatan hukum-hukum Islam
(tarikh at-tasyri’) serta hikmahnya (hikmatul tasyri’).
Dengan ilmu Makky dan Madani, tarikh tasyri’ yang sangat
bijaksana dalam penetapan peraturan-peraturan Islam secara bertahap, dapat diketahui dan dipahami, mengapa
suatu hukum dapat disyariatkan secara demikian. Kita juga bisa memahami hikmah
dari syariat tersebut.
4. Pemanfaatan terhadap gaya bahasa al-quran dalam mengajak kepada
jalan Allah SWT.
Surat Makkiyah ditujukan kepada orang-orang kafir
Quraisy, yang banyak pakar ahli bahasa Arabnya memakai gaya bahasa
singkat-padat, sedangkan surat Madaniyah ditujukan kepada penduduk Madinah yang
heterogen, banyak orang asing yang belum mengenal bahasa Arab, menggunakan ungkapan
panjang-lebar agar mudah dipahami.
5. Mengetengahkan sejarah Nabi dengan cara
mengikuti jejak beliau di Mekkah maupun di Madinah, serta sikap-sikap beliau
dalam berdakwah yang dapat dijadikan acuan bagi para da’i.
6. Menjelaskan tugas dan perhatian kaum
muslimin terhadap al-quran, sehingga mereka selalu merasa haus akan ilmu
Islami.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pengertian makkiyah dan madaniyyah secara
perspektif para sarjana muslim, terbagi menjadi 4 perspektif. Diantaranya
adalah masa turun (mulahadhatu
zamaanin nuzul), tempat turun (mulaahadhatu makaani nuzul),
objek pembicaraan (mulaahadhatu
mukhaathabiina fi nuzul), dan tema
pembicaraan (maudhu’un nuzul).
2.
Cara nengetahui makkiyah dan madaniyyah ada 2 cara, yakni dengan melakukan
pendekatan transmisi (periwayatan) dan pendekatan analogi (Qiyas). Adapun
tanda-tanda surat makkiyah kurang lebih ada 11, sedangkan tanda-tanda surat
madaniyyah ada 8.
3.
Terdapat berbagai klasifikasi surat makkiyah dan surat madaniyyah,
diantaranya ada 4 macam, yakni surat-surat makkiyah murni, surat-surat madaniyah murni, surat-surat makkiyah yang berisi ayat madaniyah, dan surat-surat madaniyah yang berisi ayat makkiyah.
4.
Manfaat yang dapat dipetik dari mempelajari dan mengetahui makkiyah dan
madaniyyah, antara lain adalah mengetahui ayat-ayat
yang dinasikh (dihapus atau diganti) maupun yang menasakhkannya, membantu dalam
menafsirkan al-Quran, mengetahui
sejarah pembentukan hukum/ sejarah pensyariatan hukum-hukum Islam
(tarikh at-tasyri’) serta hikmahnya (hikmatul tasyri’), pemanfaatan terhadap gaya bahasa al-quran
dalam mengajak kepada jalan Allah SWT,
mengetengahkan sejarah Nabi dengan cara mengikuti jejak
beliau di Mekkah maupun di Madinah, serta sikap-sikap beliau dalam berdakwah
yang dapat dijadikan acuan bagi para da’i, dan
juga menjelaskan tugas dan perhatian kaum
muslimin terhadap al-quran, sehingga mereka selalu merasa haus akan ilmu Islami.
DAFTAR PUSTAKA
Djalal,
Abdul . 2009. Ulumul
Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu
Anwar,
Rosihon. 2008. ULUM
AL-QURAN. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
Amal,
Taufik Adnan. 2005.
Rekonstruksi Sejarah
Al-Quran. Jakarta :
Pustaka Alvabet
Abdurrahman,
Fahd Bin. 1999. Ulumul Quran: Studi Kompleksitas Al-Qur’a. Yogyakarta :
Titian Ilahi
Visandispa. “Ilmu Makkiyah dan Madaniyah”. Blogspot (online), 2011
(http://yisandispa.blogspot.com/2011/09/ilmu-makkiyah-madaniyah.html, diakses tanggal 23 Oktober
2011)
http://yisandispa.blogspot.com/2011/09/ilmu-makkiyah-madaniyah.html, 22 September 2011, diakses tanggal 23
Oktober 2011.
[6] Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran ( Jakarta :
Pustaka Alvabet, 2005), 106-108.
[7] Ibid, 111-114.
[8] Fahd Bin Abdurrahman,
Ulumul Quran: Studi Kompleksitas
Al-Qur’an ( Yogyakarta: Titian
Ilahi, 1999), 166-167.
[9] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya : Dunia Imu, 2008), 99-100.
[10] Ibid, 176-177.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar