Laman

Rabu, 18 April 2012

NARKOBA PENGHAMBAT MASA DEPAN REMAJA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Masa remaja adalah masa mencari identitas dan penuh goncangan. Identitas ini juga biasa disebut dengan jati diri. Hal ini tentunya dapat dicapai dengan banyaknya pengalamanan. Dengan banyaknya pengalaman, mereka akan mulai memahami diri mereka sendiri dan akhirnya mengetahui apa yang sebenarnya ada dalam diri mereka, apa yang harus mereka lakukan, dan bagaimana mereka harus menyikapi berbagai masalah yang ada dalam perjalanan hidup mereka. Bila mereka dapat melewati masa remaja ini dengan baik, maka masa depan mereka pun akan terjamin. Namun bila mereka terpaut pada goncangan yang menghadang mereka dan tidak mampu untuk mengatasinya, maka tak heran bila penyimpangan pun terjadi.
Bentuk penyimpangan remaja sangatlah banyak. Salah satunya adalah penyalahgunaan obat-obat terlarang yang biasa dikenal dengan narkoba. Ada berbagai alasan, mengapa remaja dapat terjerumus dalam penyimpangan ini. Di antaranya adalah karena faktor ekonomi seperti kasus yang pemakalah singgung dalam makalah ini.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang penyimpangan tersebut, maka dalam makalah ini, pemakalah terlebih dahulu akan menjelaskan tentang pengertian dan perkembangan remaja itu sendiri, berbagai penyebab penyimpangan tersebut, kaitannya dalam agama Islam, serta solusi yang dapat ditawarkan untuk menyelesaikan masalah ini.    
B.     Rumusan Masalah
1.         Siapakah remaja itu?
2.         Apakah penyebab penyalahgunaan narkoba pada remaja?
3.         Bagaimanakah kaitannya agama Islam dengan penyalahgunaan narkoba?
4.         Bagaimanakah solusi untuk permasalahan terpaut narkoba ini?


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Remaja
Remaja bagi masyarakat Indonesia dibatasi dari usia 11-24 tahun dan belum menikah. Asumsi ini disebabkan oleh beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1.        Usia 11 tahun adalah masa di mana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik)
2.        Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial)
3.        Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity, menurut Erik Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud) dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget) maupun moral (Kohlberg) (kriteria psikologik)
4.        Batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat/tradisi), belum bisa memberikan pendapat sendiri dan sebagainya. Dengan kata lain, orang-orang yang sampai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologik, masih dapat digolongkan remaja. Golongan ini cukup banyak terdapat di Indonesia, terutama dari kalangan masyarakat kelas menengah ke atas yang mempersyaratkan berbagai hal (terutama pendidikan setinggi-tinggiya) untuk mencapai kedewasaan. Tetapi dalam kenyataannya cukup banyak pula orang yang mencapai kedewasaannya sebelum usia tersebut.
5.        Dalam definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan, karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap da diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga. Karena itu definisi remaja di sini dibatasi khusus untuk yang belum menikah.

Dalam batasan di atas, ada 6 penyesuaian diri yang harus dilakukan remaja yaitu:
1.        Menerima dan mengintregasikan pertumbuhan badannya dalam kepribadiannya.
2.        Menentukan peran dan fungsi seksualnya yang adekwat dalam kebudayaan di mana dia berada.
3.        Mencapai kedewasaan dengan kemandirian, kepercayaan diri dan kemampuan untuk mengahadapi kehidupan.
4.        Mencapai posisi yang diterima oleh masyarakat.
5.        Mengembangkan hati nurani, tanggung jawab, moralitas dan nilai-nilai yang sesuai dengan lingkungan dan kebudayaan.
6.        Memecahkan problem-problem nyata dalam pengalaman sendiri dan dalam kaitannya dengan lingkungan.[1] 
Selanjutnya, terdapat berbagai teori perkembangan tentang remaja dalam psikologi yang telah disinggung dalam pembahasan di atas, diantaranya adalah:
*      Teori Freud
Menurut Freud, remaja termasuk dalam tahap laten/tersembunyi (latency stage), yaitu suatu tahap kepribadian yang berlangsung antara kira-kira 6 tahun dan masa pubertas; anak menekan semua minat terhadap seks dan mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual. Kegiatan ini menyalurkan banyak energi anak ke dalam bidang-bidang yang aman secara emosional dan menolong anak melupakan konflik pada tahap phallic yang sangat menekan.[2] 
*      Teori Erikson
Erikson mengemukakan bahwa remaja mengalami tahap identitas dan kebingungan identitas (identity versus identity confusion). Pada tahap ini individu dihadapkan pada penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan ke mana mereka menuju dalam kehidupannya. Anak remaja dihadapkan pada banyak peran baru dan status orang dewasa—pekerjaan dan romantis, misalnya. Orang tua harus mengizinkan anak remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu peran khusus. Jika anak remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan tiba pada suatu jalan yang positif untuk diikuti dalam kehidupan, maka identitas positif akan dicapai. Jika suatu identitas pada anak remaja ditolak oleh orang tua, jika anak remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran, dan jika jalan masa depan yang positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela.[3]
*      Teori Piaget
Tahap operasional formal (formal operational stage) merupakan tahap bagi remaja dalam teori kognitif Piaget. Tahap ini berlaku bagi yang berusia dengan rentang 11 hingga 15 tahun. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. Sebagai bagian dari pemikiran yang lebih abstrak, anak-anak remaja mengembangkan gambaran keadaan yang ideal. Mereka dapat berpikir tentang seperti apakah orang tua yang ideal dan membandingkan orang tua mereka dengan standar ideal ini. Mereka mulai mepersiapkan kemungkinan-kemungkinan bagi masa depan dan terkagum-kagum terhadap apa yang dapat mereka lakukan. Dalam memecahkan masalah, pemikir operasional formal ini lebih sistematis, mengembangkan hipotesis tentang mengapa sesuatu terjadi seperti itu, kemudian menguji hipotesis ini dengan cara deduktif.[4]

B.  Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja dan Penyebabnya
Uraian tentang remaja di atas adalah pengertian dan perkembangan remaja senormalnya, dalam arti, remaja yang mengalami perkembangan secara normal, baik secara fisik, sosial, maupun psikologik serta mampu mengatasi problematika dalam usianya tersebut. Adapun bagi remaja yang tidak dapat melewati proses ini dengan baik, penyimpangan pun mungkin saja akan kerap terjadi dan tak terhindari. Penyimpangan yang sering terjadi pada remaja adalah penyalahgunaan narkoba.
Seperti diketahui, narkoba mempunyai dampak terhadap sistem syaraf manusia yang menimbulkan berbagai perasaan, antara lain adalah meningkatkan gairah, semangat dan keberanian, mengantuk, tenang dan nikmat, serta masih banyak lagi. Oleh karena efek-efek itulah beberapa remaja menyalahgunakan narkoba, termasuk memanfaatkannya sebagai ajang jual beli. Maraknya transaksi narkoba ini juga didukung oleh sifat narkoba itu sendiri yang dapat menimbulkan ketergantungan (kecanduan) pada pemakainya. Makin sering ia memakai narkoba, makin besar ketergantungannya sehingga pada suatu saat tidak bisa melepaskan diri lagi. Padahal narkoba dalam dosis yang berlebihan bisa membahayakan jiwa orang yang bersangkutan.
Menyadari akan bahaya penyalahgunaan narkoba ini, pemerintah mempunyai undang-undang anti narkotika. Berbagai upaya dan tindakan telah dilakukan untuk memberantas sindikat-sindikat pembuat dan pengedar obat terlarang. Akan tetapi, sampai sekarang penyalahgunaan zat-zat berbahaya ini tidak pernah dapat diberantas dengan tuntas.
Menurut seorang ahli, yang lebih penting untuk dijaga adalah perkembangan remaja itu sendiri dibandingkan memberantas sindikat-sindaikat tersebut sebab bagaimanapun juga remaja yang jiwanya stabil dan mantap tidak akan menyalahgunakan narkoba sekalipun mereka telah pernah merasakannya. Pengedaran narkoba memang telah meluas dalam masyarakat, tetapi sebagian kecil saja yang benar-benar terlibat dan mereka inilah yang mengalami kesulitan, masalah atau gangguan kepribadian. Jadi penyelesaian masalah penyalahgunaan narkoba dalah masalah pemeliharaan kesehatan mental.
Faktor lain yang pernah diteliti adalah kepercayaan terhadap agama. Turner & Willis di beberapa perguruan tinggi di New Jersey, Amerika Serikat, pernah menghubungkan kebiasaan mahasiswa dalam menyalahgunakan alkohol dan ganja (jarang dan seringkali) dengan pengakuan mereka sendiri tentang keyakinan beragama mereka (sangat yakin akan agama, cukup percaya pada agama, sedikit percaya dan tidak percaya sama sekali pada agama). Teknik menggali pengakuan sendiri tentang keyakinan beragama ini mungkin bisa dinilai subjektif, tetapi karena sulitnya mengembangkan alat yang bisa secara objektif mengukur keyakinan beragama (iman) maka teknik pengakuan sendiri ini dianggap cukup memadai. Dan hasilnya pun cukup menarik yaitu bahwa walaupun kecil, ada kecenderungan bahwa makin seseorang itu mengaku yakin kepada agama, makin rendah kecenderungannya terlibat dalam penyalahgunaan alkohol (r = 0,15; N = 374) atau mariyuana/ganja (r = 0,28; N = 374).[5]

C.  Perspektif Agama Islam Mengenai Narkoba
Islam memandang manusia sebagai makhluk yang terhormat, layak, dan mampu mengemban amanah setelah terlebih dahulu melalui seleksi di antara makhluk Tuhan lainnya, sebagaimana Allah berfirman dalam QS Al Ahzab ayat 72:
إنا عرضنا الأمانة على السماوات والأرض والجبال فأبين أن يحملنها وأشفقن منها وحملها الإنسان إنه كان ظلوما جهولا
 “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit dan bumi serta gunung-gunung, maka semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh.”
Guna menjalankan amanat luhur itulah manusia dibekali dengan kelengkapan yang kemudian hari akan dimintai pertanggungjawabannya. Manusia dibekali naluri keagamaan yang tajam, penciptaan yang sangat sempurna, kedudukan yang mulia, dan diberi kepercayaan penuh untuk mengolah bumi serta isinya. Dengan demikian manakala Allah swt menjanjikan imbalan terhadap kemampuan manusia mengoperasikan pemberian Allah tersebut atau juga ancaman atas kelalaiannya, tentulah yang demikian itu disebut adil bahkan Maha Adil.
Manusia dengan segala kelengkapannya telah dibekali naluri ketuhanan dengan potensi takwa, sebagaimana firman Allah dalam QS Al A’raf ayat 172 :
وإذ أخذ ربك من بني آدم من ظهورهم ذريتهم وأشهدهم على أنفسهم ألست بربكم قالوا بلى شهدنا أن تقولوا يوم القيامة إنا كنا عن هذا غافلين
Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian dari jiwa mereka seraya berfirman : Bukankah Aku ini Tuhanmu ? Mereka menjawab : “Betul Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi”. Kami lakukan yang demikian agar di hari kiamat, kamu tidak mengatakan “Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini.”
Penyimpangan yang terjadi dalam sejarah kehidupan manusia ialah akibat dari ulah manusia itu sendiri yang tidak mengindahkan petunjuk agama sebagai sistem perawatan atas produk Tuhan yang amat dimuliakan. Memang manusia disamping dibekali dengan potensi takwa (merawat diri) juga diberi potensi fujur (petaka/kerusakan) karena manusia dilengkapi dengan nafsu. Firman Allah dalam Q.S. Yusuf ayat 53:
وما أبرئ نفسي إن النفس لأمارة بالسوء إلا ما رحم ربي إن ربي غفور رحيم
Aku tidak dapat melepaskan diri dari nafsu, sesungguhnya kecenderungan nafsu itu condong untuk berbuat dosa, kecuali mereka yang dirahmati Tuhan.”
Menurut tuntunan agama Islam, manusia adalah makhluk Tuhan yang amat mulia bahkan lebih mulia daripada malaikat sekalipun, karena itu manusia mendapat kehormatan menjabat sebagai khalifah atau pengelola bumi dan isinya untuk tujuan kesejahteraan lahir dan batin. Bimbingan itu diarahkan pada kehidupan yang harmonis, serasi, selaras, dan seimbang dengan lingkungan Islam tidak menghendaki agar manusia menjadi iblis dan setan.Tujuan diturunkannya syariat Islam adalah untuk memanusiakan manusia atau dengan kata lain “program maintenance “ agar manusia memelihara kodrat kemanusiaannya. Manusia diberi keleluasaan untuk mencari dan memenuhi kebutuhan hidupnya di muka bumi ini untuk mencari kebahagiaan, namun jangan sampai melalaikan kepentingan akhirat yang kekal abadi. Dalam hal ini Allah berfirman dalam QS Al Qashash ayat 77:
وابتغ فيما آتاك الله الدار الآخرة ولا تنس نصيبك من الدنيا وأحسن كما أحسن الله إليك ولا تبغ الفساد في الأرض إن الله لا يحب المفسدين
Carilah dari apa yang dianugerahkan Allah kepadamu kehidupan akherat, namun jangan sekali-kali melalaikan kehidupan di dunia ini. Berbuat ihsan kepada sesama sebagaimana Allah senantiasa berbuat baik kepadamu. Dan jangan sekali-kali berbuat kerusakan di muka bumi ini, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang suka berbuat kerusakan.”
Perintah agar manusia bertakwa (memelihara diri) merupakan wujud operasionalisasi dari sistem perawatan tersebut.
Al Qur’an secara tegas telah melarang minuman khamr, yaitu minuman yang memabukkan. Narkotika dan sejenisnya merupakan jenis minuman keras. Termuat dalam QS Al Maidah ayat 90 :
يا أيها الذين آمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman khamr, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Khamr ialah sumber keresahan, permusuhan, dan kebencian yang akan menghancurkan persatuan dan kesatuan umat dan akan memalingkan manusia dari bertakwa kepada Allah swt. Diterangkan dalam QS Al Maidah ayat 91 :
إنما يريد الشيطان أن يوقع بينكم العداوة والبغضاء في الخمر والميسر ويصدكم عن ذكر الله وعن الصلاة فهل أنتم منتهون
 “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran minuman khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu lantaran minuman khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sholat, maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan itu.”
Dalam Islam, narkotika ini sering disebut juga “hasyisyi”. Dalam kitab “Hisyayatul As Syariah” karangan IbnuTaimiah disebutkan bahwa:
Hasyisyi itu hukumnya haram dan orang yang meminumnya dikenakan hukuman sebagaimana orang meminum khamr”.
Ulama Hanafiah berpendapat :
Barangsiapa yang memakan/meminum hasyisyi hukumnya zindiq (kafir) serta bid’ah”.
Musyawarah Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) 10 Pebruari 1978 telah menyampaikan fatwa yang ditandatangani oleh KH Syukri Ghazali (Ketua Komisi Fatwa MUI) dan H. Amirudin Siregar (Sekretaris Komisi Fatwa MUI), sebagai berikut:
1.      Menyatakan haram hukumnya menyalahgunakan narkotika dan semacamnya, yang menyatakan kemudharatan yang mengakibatkan rusak mental dan fisik seseorang, serta terancamnya keselamatan masyarakat dan ketahanan nasional.
2.      Mendukung sepenuhnya rekomendasi Majelis Ulama DKI Jakarta tentang pemberantasan narkotika dan kenakalan remaja.
3.      Menyambut baik dan menghargai segala usaha pemerintah menanggulangi segala akibat yang timbul dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan semacamnya.
4.      Menganjurkan kepada Presiden RI agar berusaha segera mewujudkan undang-undang tentang penggunaan dan penyalahgunaan narkotika, termasuk obat bius semacamnya, serta pemberatan hukuman terhadap pelanggarnya.
5.      Menganjurkan kepada Presiden RI agar membuat instruksi yang lebih keras dan intensif terhadap penanggulangan korban penyalahgunaan narkotika.
6.      Menganjurkan kepada alim ulama, guru-guru, mubaligh, dan pendidik untuk lebih giat memberikan pendidikan/penerangan terhadap masyarakat bahaya penggunaan narkotika.
7.      Menganjurkan kepada organisasi-organisasi keagamaan, organisasi pendidikan dan sosial serta masyarakat pada umumnya terutama para orang tua untuk bersama-sama berusaha menyatakan “perang melawan penyalahgunaan narkotika”.
Dalil-dalil yang digunakan sebagai landasan dan dasar fatwa tersebut adalah ayat-ayat Al Qur’an dan hadis nabi sebagai berikut:
1.      Al-qur’an
Ø  QS Al Baqoroh ayat 195 :
وأنفقوا في سبيل الله ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة وأحسنوا إن الله يحب المحسنين
Janganlah kamu jerumuskan dirimu kepada kecelakaan/kebinasaan (sebagaimana akibat) tangan-tanganmu…”
Ø  QS An Nisa ayat 29 :
يا أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما
Dan janganlah kamu membunuh dirimu (dengan mencapai sesuatu yang membahayakan). Sesungguhnya Allah Maha Kasih padamu”.

2.      Al-hadith
Ø  Hadis Ummu Salamah :
Rasulullah melarang dari tiap-tiap barang yang memabukkan dan yang melemahkan badan dan akal”. (Hadis riwayat Ahmad dalam musnadnya, dan Abu Daud dalam Sunannya dengan sanad yang sholeh).
Ø  Hadis Sholeh riwayat Bukhori Muslim :
Tiap-tiap barang yang memabukkan haram”.
Ø  Hadis dari Jabir r.a. bahwa Rasulullah bersabda :
Setiap benda yang memabukkan banyaknya, maka sedikitnya juga haram” (Hadis dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, An Nasal, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).
Ø  An Nasal, Ad daruquthy, Ibnu Hibba :
Rasulullah melarang dari yang sedikit, yang banyaknya memabukkan”.
3.      Pendapat Ulama Fikh :
Al Mukhadarat (macam-macam obat bius) menyalahgunakan pemakaiannya, hukumnya haram” (Ulama-ulama Islam dalam hal ini sependapat).
Dari uraian-uraian tersebut, jelas bahwa meminum khamr termasuk narkotika dan sebangsanya, hukumnya haram dan dan dilarang menyalahgunakannya.[6]

D.  Solusi
Ada berbagai faktor yang dapat menyelesaikan problematika remaja terkait penyalahgunaan narkoba ini, diantaranya adalah:
1.        Faktor Internal
Suatu problematika tidak akan dapat diselesaikan dengan baik jika tidak diikuti dengan kemurnian dan kesungguhan dari yang bersangkutan untuk berubah menjadi lebih baik. Sama halnya dengan problematika penyalahgunaan narkoba ini. Sang remaja, dalam kasus ini, harus memiliki keinginan yang kuat untuk tidak mengulangi kesalahannya lagi dan juga bersedia menerima bantuan dari orang lain untuk menyelesaikan masalahnya.
Selain itu, remaja juga harus lebih terbuka dan jujur dalam mengungkapkan semua beban yang ada di pundaknya. Dengan kejujurannya inilah seorang yang membantunya akan lebih memahami perasaan serta sifatnya sehingga berbagai ide sebagai solusi untuknya pun semakin banyak.
2.        Faktor Eksternal
Faktor eksternal ini bisa meliputi, keluarga, teman terdekat, pasangan, atau mungkin juga orang lain (konselor) yang bersedia membantunya menyelesaikan masalahnya.
Tentunya, tidak sembarang orang yang bisa dipercaya oleh remaja yang sedang bermasalah untuk menyelesaikan masalahnya. Oleh karena itu, baik remaja maupun seseorang yang berusaha membantunya memerlukan suatu ikatan saling mempercayai agar tercapai tujuan yang diharapkan.
Sama halnya dengan faktor internal yang telah dipaparkan di atas, sang konselor maupun pihak lain yang mau membantunya juga harus memiliki kemurnian hati serta kejujuran untuk bisa dipercaya oleh sang remaja. Tanpa kemurnian hati, sang remaja akan merasa tidak nyaman karena ia menganggap bahwa sang konselor tidak berniat membantunya, melainkan hanya mengharapkan imbalan. Akibatnya, masalah pun tak dapat terselesaikan. Kejujuran pun sangat berperan penting dalam hal ini. Sang konselor harus bersikap terbuka terhadap semua kemungkinan yang akan dihadapi remaja. Tidak berarti dengan membohongi remaja guna menolongnya akan menghasilkan tujuan yang diinginkan. Justru sebaliknya, hal tersebut akan merusak kepercayaan sang remaja terhadap sang konselor. Lain halnya jika sang konselor bersikap jujur, remaja justru akan lebih mengerti apa yang harus ia lakukan ke depannya serta menumbuhkan motivasinya untuk manjadi lebih baik.



BAB III
KESIMPULAN

            Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Dalam masa ini remaja berkembang pesat baik dalam segi fisik, psikologis, maupun sosial. Dalam perkembangan tersebut, remaja memiliki tugasnya masing-masing. Tugas ini bila dijalankan dengan baik dan berkesinambungan, maka remaja akan melewati masa ini dengan baik pula. Namun, bila ia tak mampu mengembangkan dirinya serta menjalankan tugasnyadengan baik, maka penyimpangan-penyimpangan pun akan kerap terjadi.
            Salah satu bentuk penyimpangan tersebut ialah penyalahgunaan narkoba. Banyak remaja yang menggunakan narkoba untuk dikonsumsi maupun diedarkan. Padahal narkoba itu sendiri memiliki berbagai dampak negatif disamping salah satu dampak positifnya yang bisa menenangkan. Dampak negatif dari penggunaan narkoba secara kontinyu ialah kecanduan yang bisa berujung pada kematian. Berbagai upaya dari pemerintah telah dilakukan untuk mengatasi masalah ini, namun sampai saat ini, masalah ini belum juga dapat teratasi. Menurut para ahli, penyebab dari penyalahgunaan narkoba ini adalah kesehatan mental remaja itu sendiri yang masih kurang serta kepercayaan agama para remaja yang kurang kuat.
            Lebih lanjut, agama Islam berpandangan bahwa manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang sempurna fisiknya, serta diberikan akal untuk mengemban tugas dari Allah guna menjadi khalifah di bumi. Dalam perjalanannya, manusia dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Dimana bagi sebagian manusia yang tidak bisa memanfaatkan fasilitas ini dengan baik, mereka kerap melakukan berbagai penyimpangan di bumi, termasuk penyalahgunaan narkoba ini yang dikategorikan ke dalam khamr. Dalam islam, khamr hukumnya haram dikonsumsi serta memberikan berbagai dampak negatif. Al-quran, Al-hadith, serta para ulama Islam, semua sepakat bahwa khamr ini haram hukumnya.
            Selanjutnya, ada 2 faktor yang bisa dijadikan sebagai solusi dari permasalahan ini. Faktor tersebut adalah faktor internal, yaitu kesadaran dari pelaku penyimpangan itu sendiri, dalam hal ini adalah remaja. Serta faktor eksternal yang meliputi keluarga, teman dekat, pasangan, maupun orang yang tidak ia kenal (konselor).
DAFTAR PUSTAKA

Santrock, John W. 2002. LIFE-SPAN DEVELOPMENT: PERKEMBANGAN MASA HIDUP. Jakarta: Erlangga
Suryantoro, Darwis. “Pandangan Islam tentang Penyalahgunaan NAPZA dan Cara Menanggulanginya”. Blogspot (online), 2007 (http://suryantara.wordpress.com/2007/12/02/pndangan-islam-tentang-penyalahgunaan-napza-dan-cara-menanggulanginya/, diakses 23 Oktober 2011)
Wirawan, Sarlito. 2002. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press

           



[1] Sarlito Wirawan, PSIKOLOGI REMAJA (Jakarta: Rajawali Press, 2002), 14-16.
[2] John W. Santrock, LIFE-SPAN DEVELOPMENT: PERKEMBANGAN MASA HIDUP (Jakarta: Erlangga, 2002), 39.
[3] Ibid, 40-41
[4] Ibid, 45.
[5] Sarlito Wirawan, PSIKOLOGI REMAJA (Jakarta: Rajawali Press, 2002), 218.

[6] Darwis Suryantoro, “Pandangan Islam tentang Penyalahgunaan NAPZA dan Cara Menanggulanginya”, Blogspot on line, http://suryantara.wordpress.com/2007/12/02/pndangan-islam-tentang-penyalahgunaan-napza-dan-cara-menanggulanginya/, 02 Desember 2007, diakses tanggal 23 Oktober 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar